Kamu Perlu Tahu, Ini 7 Tradisi di Indonesia Sambut Bulan Ramadan

Foto: Kamu Perlu Tahu, Ini 7 Tradisi di Indonesia Sambut Bulan Ramadan



Inilah ragam tradisi sambut Ramadan yang ada di Indonesia.

Kanal247.com - Di Indonesia terdapat beragam tradisi untuk menyambut datangnya bulan Ramadan. Tiap daerah memiliki acara tersendiri untuk menyambut bulan suci ini. Meski berbeda cara, namun semangat kegembiraannya tetap sama, yakni sebagai bentuk mengucap syukur atas kesempatan yang diberikan merasakan puasa Ramadan. Berikut ini tradisi menyambut bulan Ramadan di berbagai daerah Indonesia.

1. Megengan

Megengan

Megengan merupakan tradisi yang dilakukan penduduk Surabaya, Jawa Timur dalam menyambut bulan Ramadan. Konon, tradisi ini dimulai dari kawasan Ampel, Surabaya. Megengan ditandai dengan makanan "Apem" yang terbuat dari tepung beras, semacam serabi tebal berdiameter sekitar 15 cm. Rasanya nyaris tawar seperti kue mangkok yang dipakai warga keturunan Tionghoa sembahyangan menjelang Imlek. Nama Apem disebut berasal dari bahasa arab "Afwan" yang berarti maaf. Tradisi makan Apem ini dimaknai permintaan maaf kepada saudara, teman, atau tetangga sekitar. Tak sekadar makan Apem, ada juga selamatan atau tahlilan dengan hidangan apem, pisang raja, dan nasi berkat, untuk mendoakan arwah saudara yang meninggal. Makanan tersebut biasanya dibagikan kepada keluarga dan tetangga.

2. Munggahan

Munggahan

Munggahan merupakan tradisi menyambut bulan Ramadan yang dilakukan orang Sunda, yakni kumpul keluarga dan rekan-rekan yang kemudian saling bermaaf-maafan sambil menikmati sajian makanan khas. Biasanya tradisi ini dilakukan hampir semua golongan masyarakat Sunda, meskipun terkadang caranya berbeda-beda.

3. Nyorog

Nyorog

Tradisi ini ada di Betawi. Nyorog atau membagikan bingkisan makanan kepada anggota keluarga yang lebih tua seperti bapak, ibu, mertua, paman, kakek, dan nenek. Meskipun istilah Nyorog sudah mulai pudar, namun kebiasaan mengirim bingkisan masih ada di masyarakat Betawi. Bingkisan yang diberikan biasanya berisi bahan makanan, ada juga daging kerbau, ikan bandeng, kopi, susu, gula, sirup, dan lainnya. Tradisi Nyorog di masyarakat memiliki makna saling mengingatkan bahwa bulan Ramadan akan segera datang, sekaligus pengikat tali silaturahmi antar keluarga.

4. Balimau

Balimau

Tradisi Balimau adalah membersihkan diri dengan cara berendam bersama-sama di sungai atau tempat pemandian. Tradisi ini biasa dilakukan masyarakat Padang, Sumatera Barat. Biasanya dilakukan mulai matahari terbit hingga terbenam, beberapa hari sebelum bulan Ramadan tiba. Makna tradisi Balimau adalah pembersihan diri secara lahir dan batin agar diri siap menjalankan ibadah puasa Ramadan.

5. Meugang

Meugang

Di kota yang dijuliki Serambi Mekah, yakni Aceh, warganya menyambut bulan suci Ramadan dengan menyembelih kambing atau kerbau. Tradisi tersebut dinamakan Meugang. Konon, tradisi ini ada sejak tahun 1400 Masehi atau sejak zaman raja-raja Aceh. Tradisi makan daging kerbau atau kambing biasa dilakukan menjelang Ramadan, bahkan jika ada warga yang tak mampu, para warga bergotong-royong membantu agar warga tersebut bisa menikmati daging kambing atau kerbau.

6. Padusan

 Padusan

Sama seperti Balimau di Padang, Sumatera Barat, masyarakat Klaten, Boyolali, Salatiga, dan Yogyakarta, memiliki tradisi berendam atau mandi menjelang bulan Ramadan. Tradisi ini disebut Padusan, yang bermakna agar jiwa dan raga seseorang yang akan menunaikan ibadah puasa menjadi bersih. Tradisi mandi yang dilakukan di sumur-sumur atau sumber mata air keramat ini juga bermakna pembersihan diri atas segala kesalahan dan perbuatan dosa yang dilakukan.

7. Dugderan

Dugderan

Tradisi Dugderan berasal dari kota Semarang, Jawa Tengah. Nama Dugderan berasal dari kata "Dug" yang diambil dari suara bedug masjid yang ditabuh sebagai tanda datangnya awal bulan Ramadan, dan kata "Der" yang berasal dari dentuman meriam yang disulutkan bersamaan dengan tabuh bedug. Tradisi ini konon berumur ratusan tahun. Biasanya digelar 1-2 minggu sebelum puasa Ramadan dimulai. Tradisi Dugderan semacam pesta rakyat, berupa tari Japin, arak-arakan, hingga tabuh bedug oleh walikota Semarang. Untuk mempertahankan suasana seperti pada zamannya, dentuman meriam diganti dengan suara petasan, atau bleduran yang terbuat dari bongkahan batang pohon, yang tengahnya dilubangi untuk diberi karbit dan disulut api seperti meriam.

Komentar Anda

Rekomendasi Artikel